Pekanbaru, - Penyebab kemelut diselenggarakannya Musyawarah Besar Luar Biasa Lembaga Adat Melayu Riau (Mubeslub LAMR) adalah tumpukan persoalan kronis yang malah terjadi bertahun-tahun.
Mekanisme yang diatur dalam organisasi tersebut diambil untuk menyelamatkan LAMR bahkan kebudayaan Melayu untuk tidak terus tenggelam pada kesewenang-wenangan personal.
Seperti disampaikan Ketua Umum Majelis Kerapatan Adat (Ketum MKA) LAMR Datuk Seri R.M. Marjohan Yusuf dan Sekretaris Umum (Sekum) MKA LAMR masa khidmat 2017-2022, kepada media hari Rabu (20/04).
Keduanya pula secara aklamasi ditetapkan Mubeslub LAMR 2022 akhir pekan lalu, masing-masing sebagai Ketum MKA dan Ketum Dewan Pimpinan Harian (DPH).
“Apalagi, kami tak mau mengungkapkan hal-hal ini di tengah publik, tetapi apa boleh buat, agar keadaan bisa jernah, terpaksalah kami ceritakan sedikit. Tetapi kepada pihak internal LAMR, hal-hal ini sudah kami disampaikan sejak Maret lalu, ” kata Datuk Seri Marjohan.
Menurut Datuk Seri Marjohan, sebenarnya persoalan sudah ditemui sejak bulan-bulan pertama masa khidmat LAMR 2017-2022. Sebab pada waktu itu, Ketum DPH Syahril Abu Bakar memberi gelar adat kepada seseorang tanpa persetujuan dan pembicaraan dengan MKA.
Masih segar lagi dalam ingatan soal ini, tiba-tiba dia mengabsahkan tanah ulayat Batin Muarasakal, Pelalawan, yang bertikai dengan batin lain. Padahal, soal ini harus diselesaikan di LAMR Pelalawan lebih dahulu.
Segala peristiwa memang dapat disesaikan secara internal, apalagi Datuk Setia Amanah yang juga Gubernur Riau, meminta agar LAMR tetap menjaga kekompakan. “Tapi dua kali Ketum MKA Datuk Seri Al azhar ingin mundur karena tidak tahan dengan berbagai kebijakan Ketum DPH.
Kami menahannya karena mundur tidak menyelesaikan persoalan, justru bisa menjadi pembiaran, ” sambung Datuk Seri Marjohan
Mengabaikan Forkopimda Persoalan semacam tak terkendali, lanjut Datuk Seri Marjohan, ketika Ketum MKA Al azhar (almarhum) meminta Musyawarah Daerah Luar Biasa (Musdalub) LAMR Kota Pekanbaru awal Oktober ditunda. Hal serupa juga diminta oleh Setia Amanah Datuk Seri Syamsuar.
Unsur Forum Komunikasi Pimpinan Daerah yakni Kapolda Riau Irjen Agung Imam Setya Efendi dan Korem 031/ Wirabima Brigjen TNI M. Syech Ismed, M.Han, juga meminta penundaan Musdalub karena dinilai amat tidak kondusif.
Mirisnya, Ketum DPH bersama Plt Ketum LAMR Kotab Pekanbaru Khairul Zainal, tetap melanjutkan Musdalub itu. “Jadi, jangankan MKA, permintaan Datuk Setia Amanah dan Forkopimda pun diabaikan. Kita mau jadi apa kalau begitu, padahal dalam adat disebutkan keterpaduan tali berpilin tiga amat dituntut, sedangkan sekarang dua tali tersebut tidak serasi, ” kata Datuk Marjohan.
Meskipun demikian, MKA LAMR yang kemudian dipimpin H.R. Marjohan setelah Al azhar wafat, tetap berharap ada perbaikan. Tetapi pertengahan Februari beredar surat berlogo LAMR yang menamakan diri sebagai Badan Pengembangan Usaha (BPU) LAMR, berisi tentang ajakan mendemo Gubernur Riau, justru dengan titik kumpul di Balai Adat. Padahal, Gubernur Riau itu Datuk Seri Setia Amanah Payung Panji Adat.
Datuk Seri Marjohan mengontak Ketum DPH Syahril Abu Bakar untuk menanyakan masalahnya dan bagaimana bisa munculnya badan itu, sebab tidak pernah dibicarakan, apalagi disetujui MKA.
Bahkan yang bersangkutan menjawab bahwa badan tersebut baru berupa mandat dan akan segera mencabutnya. Tapi, jangankan mencabut, badan tersebut malahan membuat hulubalang di Pekanbaru 21 Maret.
Cuma tak habis pikir, lanjut Datuk Seri Marjohan, badan yang disebut sebagai gagasan itu, ternyata sudah punya surat keputusan dari DPH, tanggal 17 Desember 2021. “Katanya baru gagasan, tapi SK-nya sudah ada, ” lanjut Datuk Marjohan.
Rekening Pribadi
Dalam keadaan demikian, masih pada bulan Februari 2022, beredar luas sebuah proposal dengan kop dan pengantar oleh DPH LAMR yakni Seminar dan Pembentukan Peradilan Adat Lembaga Adat Melayu Riau. Makin bermasalah karena adanya permintaan dana ke berbagai kalangan yang disalurkan ke rekening pribadi, padahal proposal bersumber dari suatu lembaga resmi.
Hal ini menimbulkan sak wasangka yang besar, karena LAMR memiliki rekening sendiri. Dapat dikatakan, hal ini merupakan masalah besar.
Secara lisan, MKA sudah meminta agar kegiatan ini dibatalkan. Tetapi DPH hanya menunda kegiatan. Hal tersebut menandakan bahwa acara itu tetap dilaksanakan—cuma waktunya saja tidak seperti yang dicantumkan dalam proposal, padahal sudah jelas-jelas melanggar ketentuan.
Pada tanggal 21 Februari 2022 pula, ada pula penandatanganan MoU antara LAMR dengan BRI Pekanbaru.
Paling mengejutkan adalah penandatangani perjanjian kerja sama LAMR dengan PT Hexa Prima Energi, melingkupi pekerjaan maintenance, surface facility, coating, dan fabricatin, tangal 24 Februari 2022.
“Jadi, itulah contoh-contoh pelanggaran terutama berupa pelaksanaan kegiatan tanpa persetujuan MKA, ” kata Datuk Seri Marjohan.
Dia menambahkan, persetujuan MKA terhadap suatu kegiatan tentu melalui dialog yang cukup mendalam, sebab berbagai hal harus dipertimbangkan.
Di dalam tubuh. MKA sendiri selain mencerminkan keterwakilan wilayah adat juga terdapat unsur adat, ulama, dan cendekiawan. Untuk menandatangani hasil Musdalub LAMR Pekanbaru saja misalnya, MKA menurunkan tujuh orang anggota untuk menyelusuri persoalan yang ada.
Menghentikan Kegiatan
Dengan temuan-temuan sejak awal tahun 2022, kata Datuk Marjohan, MKA menduga kemungkinan masih banyak kasus lain serupa. Oleh karena itu, tanggal 23 Maret, MKA meminta DPH menghentikan semua kegiatan kecuali untuk sekretariat dan persiapan Mubes.
Namun yang terjadi sebaliknya, kegiatan-kegiatan dimunculkan. Paling fatal adalah pelaksanaan Musyawarah Pimpinan.
MKA segera meminta kegiatan ini dibatalkan karena terdapat berbagai keganjilan seperti keharusan peserta membawa mandat.
Keganjilan lain adalah tidak adanya tanda tangan MKA pada surat undangan peserta sebagaimana lazimnya. Begitu juga berkaitan dengan musyawarah pimpinan yang di dalam Ad/ART disebutkan membicarakan program, bukan soal Mubes. Nyatanya, musyawarah itu tetap berjalan, malahan hasilnya melaksanakan Mubes di Dumai 19-21 April.
Melihat keadaan tersebut, ditambah persoalan-persoalan sebelumnya, delapan LAMR Kabupaten gelisah. Untuk itu diadakan silaturahim LAMR Jumat malam yang dipandu MKA, langsung menghadap Datuk Setia Amanah sebagai payung panji. “Datuk Setia Amanah menyerahkan semuanya kepada LAMR kabupaten, seraya mengaku beberapa peristiwa seperti penundaan Musdalub Pekanbaru yang diabaikan, melukai hatinya sehingga ia merasa tidak berguna sebagai payung panji, ” kata Datuk Seri Marjohan.
Mulai pukul 21.00, LAMR kabupaten berunding tanpa campur tangan Gubernur Riau. Baru sekitar pukul 00.00, disepakti untuk melaksanakan Musdalub hari Sabtu karena berdasarkan berbagai peristiwa sebelumnya, tidak ada yang bisa menghentikan tindakan Ketum DPH yang tidak sealur dengan AD/ART, kecuali Mubeslub itu.
Cuma patut diingat bahwa bukan hanya sekali itu saja tuntutan adanya Mubeslub LAMR. Sejak Ketum Al azhar masih hidup, hal tersebut sudah mulai terdengar.
Malahan, sejumlah tokoh yang dipimpin Azaly Djohan (almahum) dan Wan Abu Bakar sempat meminta Datuk Setia Amanah mengambil alih LAMR dan melaksanakan Mubeslub, 5 Desember 2021. Tapi justru Datuk Setia Amanah menolak permintaan itu dengan harapan ada perbaikan dari Ketum DPH Syahril Abu Bakar.
“Cuma, nyata tidak ada perbaikan karena berbagai ketidakpatutan terjadi sebagaimna yang sudah saya terangkan sedikit tadi, ” tutup, Datuk Seri Marjohan. (Mulyadi).